Pilkada, Figur atau Mesin Parpol? - Seputar Pilkada
Headlines News :

tabloid pulsa

Tabloid PULSA

Infolinks In Text Ads

Infolinks

INFOLINKS

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Home » » Pilkada, Figur atau Mesin Parpol?

Pilkada, Figur atau Mesin Parpol?

Written By Unknown on Minggu, 02 Juni 2013 | 23.52

Setiap pelaksanaanpilkada, kemenangan yang diraih pasangan calon selalu menimbulkan perdebatan. Apakah kemenangan tersebut ditentukan oleh figur calon yang diusung, atau mesin parpol yang telah berjalan efektif dan efisien.

Setidaknya, pertanyaan ini muncul setelah tiga provinsi di Pulau Jawa yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, serta Bali melaksanakan pemilihan kepala daerah. Jawaban dari pertanyaan figur atau mesin parpol ini menjadi penting bagi parpol peserta pemilu 2014, karena bagaimanapun Jawa dan Bali merupakan barometer perolehan suara di pemilu legislatif mendatang.

Hasil pilkada DKI Jakarta yang dihelat 20 September 2012 menunjukkan kemenangan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama tidak mutlak ditentukan oleh mesin parpol pendukungnya. Kemenangan Jokowi-Ahok yang hanya diusung PDI Perjuangan dan Gerindra membuktikan bahwa suara akar rumput dalam hal ini pemilih lebih unggul dibandingkan mesin parpol.

Peneliti dari LSI, Arman Salam mengungkapkan, kemenangan Jokowi di pilkada DKI Jakarta disebabkan oleh keinginan masyarakat yang tidak puas dengan pemerintahan calon petahana, Fauzi Bowo, yang akhirnya menimbulkan keinginan adanya perubahan kondisi di ibu kota. 

”Jadi bukan lagi soal imej, tapi soal keberhasilan yang dingat oleh masyarakat. Pada intinya, masyarakat ingin figur yang mencerminkan adanya perubahan. Apalagi, sosok Jokowi selama ini dicitrakan sebagai kepala daerah dalam hal ini wali kota yang sukses dan mampu membuat perubahan,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia menilai kemenangan Jokowi di pilkada DKI Jakarta kurang memberikan efek kongruen bagi PDI Perjuangan dalam menghadapi pemilu legislatif 2014. ”Implikasinya tidak signifikan bagi PDI Perjuangan di 2014. Sebab, masyarakat yang kritis hanya memilih kandidat, bukan partai,” tambah Arman.

Demikian pula halnya dengan hasil pilkada di Jawa Barat, yang dimenangkan oleh calon petahana, Ahmad Heryawan yang berpasangan dengan Deddy Mizwar. Direktur Bidang Public Affair LSI, Burhanuddin Muhtadi menganggap, kemenangan pasangan Aher-Demiz bukan disebabkan oleh maksimalnya mesin parpol pengusung seperti yang diklaim PKS, tetapi lebih disebabkan oleh figur Aher sebagai calon petahana.

Menurutnya, kemenangan Aher tidak terlepas dari dua hal, Aher berhasil melakukan konsolidasi kekuatan dengan memanfaatkan posisinya sebagai gubernur incumbent, seperti kontroversi terkait dana bantuan sosial senilai triliunan rupiah, dan keberhasilannya memutar opini publik yang awalnya mendukung Dede Yusuf.

Incumbent 

Hal yang sama dikemukakan pengamat politik UI, Iberamsjah, yang menegaskan jika kemenangan Aher bukan karena partai pengusungnya. Dia melihat, Aher diuntungkan sebagai incumbent, dimana masyarakat Jabar sudah mengenal Aher dibandingkan kandidat lainnya. Faktor lain adalah popularitas Deddy Mizwar yang diyakini menyumbang setengah suara Aher-Deddy di Jabar. ”Barulah mesin partai ada di urutan terakhir. Meskipun mesin PKS juga tak terlalu banyak berbuat untuk kemenangan Aher. PKS sendiri sedang terpuruk apalagi dengan kasus sapi. Andaikata PKS tidak mendapat musibah, Aher-Deddy bisa menang telak,” tukasnya.

Hasil pilkada yang bisa disebut mencengangkan terjadi di Bali . Dikenal sebagai basis tradisional PDI Perjuangan, tapi hasil pilkada yang digelar baru-baru ini justru dimenangkan calon petahana, I Made Mangku Pastika yang mengalahkan calon PDI Perjuangan, Anak Agung Puspayoga. Guru Besar Fakultas Brahma Widya, Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, I Made Titib menilai, figur Mangku Pastika masih merupakan faktor penentu dalam Pilkada 2013. Pasalnya, mantan Kapolda Bali ini dianggap masih bisa membangun Bali lebih baik. Selain itu, Pastika juga tidak mempunyai ”dosa” kepada masyarakat. ”Artinya masyarakat masih mempunyai kepercayaan kepada Pastika yang track record-nya memang cukup bagus. Kemenangan Pastika di Bali karena dia nyaris tak mempunyai cacat kepemimpinan selama menjadi gubernur Bali. Oleh karena itu, meskipun tujuh dari sembilan wilayah di Bali dikuasai PDI Perjuangan, mereka seolah tidak berdaya,” paparnya.

Sementara terkait hasil pilkada di Jawa Tengah, Wakil Ketua DPP PPP, Lukman Hakim Saefuddin menilai figur Ganjar Pranowo juga menjadi faktor penentu kemenangan disamping mesin partai. Menurut dia, perpaduan antara figur Ganjar yang masih muda dan representasi dari perubahan yang diinginkan masyarakat Jateng dari era Bibit Waluyo dengan mesin parpol yang berjalan maksimal merupakan kunci kemenangan pasangan yang diusung PDI Perjuangan tersebut.

”Karena pilkada di Indonesia bagaimanapun masih soal tokoh daripada partai. Jadi, figur Ganjar dan Heru juga ikut berpengaruh, karena bagaimanapun kita tahu kondisi PDI Perjuangan di Jateng menjelang pemilukada tidak terlalu solid karena terganggu persoalan Rustriningsih,” ungkapnya.
Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

SPONSOR

networkedblogs

tabloidpulsa

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Seputar Pilkada - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya