Taufiq Kiemas yang Berada di Antara - Seputar Pilkada
Headlines News :

tabloid pulsa

Tabloid PULSA

Infolinks In Text Ads

Infolinks

INFOLINKS

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Home » » Taufiq Kiemas yang Berada di Antara

Taufiq Kiemas yang Berada di Antara

Written By Unknown on Sabtu, 08 Juni 2013 | 22.42


VIVAnews - Taufiq Kiemas dilahirkan di tengah kekacauan saat tentara Sekutu menyerahkan kekuasaan atas Indonesia pada Jepang di tahun 1942. Di tengah situasi yang kacau itu, 31 Desember 1942, di Gang Abu, Sawah Besar, Jakarta, Hamzatun Rusjda melahirkan anak pertamanya, Tastafvian Kiemas yang kemudian lebih dikenal sebagai Taufiq Kiemas.

Taufiq dilahirkan saat ayahnya, Tjik Agus Kiemas, baru berumur 23 tahun. Tjik Agus saat itu bekerja sebagai pegawai di Persatoean Waroeng Bangsa Indonesia (Perwabi), organisasi massa yang bernaung di bawah Majelis Sjuro Muslim Indonesia (Masjumi).

Belum genap Taufiq berumur setahun, Tjik bergabung dengan Pembela Tanah Air. Dua tahun kemudian, Tjik Agus yang berdarah Palembang itu lulus sebagai perwira menengah. Dari Peta inilah, Tjik mengembangkan karier militer sampai akhirnya ikut bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat, cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia.

Meski tentara, Tjik tetap aktif bergaul dengan kalangan Masjumi. Di masa agresi militer Belanda II, Tjik yang ikut mempertahankan republik pindah memboyong keluarganya ke Yogyakarta. "Diskusi politik kadang dilakukan di rumah keluarga Kiemas di Kaliurang," dalam buku "Jembatan Kebangsaan: Biografi Politik Taufiq Kiemas" yang diedit Imran Hasibuan dan Muhammad Yamin. Taufiq kecil pun sering diajak ikut diskusi politik itu.

Aktivitas Tjik Agus ini tercium Belanda. Suatu sore, tahun 1948, Tjik Agus digaruk pasukan Belanda dari rumahnya. Taufiq yang akan memasuki usia enam tahun itu berusaha menghalangi upaya pasukan Belanda menyeret ayahnya. Taufiq terpaksa dibanting karena upayanya itu. Tjik Agus dikabarkan dieksekusi bersama enam kader Masjumi lainnya, namun entah mengapa, Tjik Agus selamat. Beberapa bulan kemudian, dia pulang ke rumahnya di Jalan Kaliurang.

Selain bapaknya, ibunya Hamzatun Rusjda juga sangat berperan dalam kehidupan Taufiq. Taufiq disekolahkan di sekolah-sekolah terbaik. "Yang berperan dalam soal pendidikan ini adalah sang ibu," seperti disebutkan dalam biografinya.

Meski aktif di Masjumi, Hamzatun yang berdarah Minang banyak bergaul dengan istri tokoh-tokoh Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) yang beraliran kiri ketika menetap di Yogyakarta. Murba merupakan partai yang didirikan Tan Malaka, mantan ideolog Partai Komunis Indonesia. Murba juga salah satu pendukung gerakan gerilya melawan agresi Militer Belanda II.

Terpesona Soekarno

Dibesarkan di saat agresi militer Belanda II, membuat Taufiq Kiemas tumbuh menjadi anak yang berani dan berjiwa nasionalis. Meski dibesarkan dalam keluarga Masjumi, Taufiq selalu disekolahkan di sekolah yang sekuler, tempat anak-anak dari berbagai latar belakang berkumpul.

Saat bersekolah di Sekolah Menengah Atas II Palembang, Taufiq malah membentuk gang anak muda yang diberi nama Don Quixotte. Sesuai namanya yang mengambil tokoh utama novel klasik Miguel de Cervantes, mereka bercita-cita menaklukkan dunia. Tapi kegiatan utama gangnya tak jauh-jauh dari pesta dan hura-hura.

Sampai suatu waktu, 19 Agustus 1960, Taufiq mendengarkan pidato Presiden Soekarno yang berpidato menyatakan secara resmi membubarkan Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia di hadapan pengurus dua partai itu. "Hebat juga presiden yang satu ini, membubarkan partai politik langsung di depan para pemimpin partai tersebut," kata Taufiq seperti diceritakan dalam buku biografinya.

Sejak itu, Taufiq malah penasaran dengan Soekarno dan pemikirannya. Buku-buku Bung Karno dilahapnya ketika masih duduk di bangku SMA. Tapi Taufiq hanya bisa mengagumi Soekarno diam-diam karena bapaknya sendiri adalah korban dari kesewenang-wenangan politik Proklamator itu.

Ketika Taufiq masuk Fakultas Hukum, kekaguman Taufiq pada Soekarno bertemu penyalurannya. Ketua perpeloncoan yang juga aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia yang berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia, Djohan Hanafiah, mendengar cerita tentang Taufiq yang populer dengan gang Don Quixotte-nya. "Begitu tahu Taufiq ikut perpeloncoan, Djohan dan pengurus GMNI Palembang segera saja memutuskan merekrut Taufiq." Mereka berpikir, Taufiq akan menjadi darah segar yang bisa mendinamisir GMNI.

Tanpa pikir panjang, Taufiq bergabung dengan GMNI. Misi Taufiq sederhana: ingin suatu saat bisa memimpin PNI dan dekat dengan Soekarno yang diidolakannya. "PNI itu kan partai orang Jawa. Aku ingin tunjukkan bahwa orang Sumatera juga bisa memimpin partai orang Jawa," kata Taufiq. Dan pikiran Djohan ternyata benar, karena tak lama setelah Taufiq bergabung, rekan-rekan segangnya ikut bergabung dalam GMNI meski kebanyakan latar belakang mereka dari keluarga Masjumi.

Sementara di rumah, Tjik Agus Kiemas yang mendengar anaknya, Taufiq Kiemas, masuk GMNI kaget dan sedih. Aktivis Masjumi itu sempat menangis sedih mengetahui Taufiq bergabung dengan GMNI. "Sang ayah tak habis pikir, mengapa Taufiq memilih masuk GMNI, bukan organisasi kemahasiswaan yang berasaskan Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)."

Akhirnya sang ayah bisa memaklumi pilihan politik anak sulungnya itu. Tjik Agus hanya berpesan agar Taufiq siap dengan pilihannya itu. Hubungan ayah dan anak itu akhirnya membaik lagi. Setelah itu bahkan Taufiq menjadikan rumahnya sebagai tempat berkumpul aktivis GMNI Palembang.

Menimba Ilmu dari Tokoh PKI

Namun perantauan pengetahuan Taufiq belum berhenti di kubu nasionalis. Suatu waktu dalam perjalanan hidupnya, Taufiq sempat menimba ilmu dari tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia.

Suatu waktu, pada Maret 1966, koran Noesa Poetra milik Partai Syarikat Indonesia yang dikenal dekat dengan partai yang telah almarhum, Masjumi, menurunkan berita Soekarno terlibat gerakan 30 September. Partai Nasional Indonesia yang saat itu dipimpin Ali-Surcahman disebut berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Berita ini membuat aktivis-aktivis GMNI Palembang yang saat itu dipimpin Taufiq berang. Pagi-pagi, sebelum koran sempat diedarkan dari percetakannya, mereka membakarnya.

Taufiq sebenarnya tak tahu menahu kejadian itu. Tahu-tahu Taufiq didatangi kader-kader GMNI menyatakan merekalah pelaku pembakaran. Taufiq yang merasa harus bertanggung jawab menyatakan siap menanggung ulah kawan-kawannya itu.

"Saya pikir, kalau saya enggak berani bertanggung jawab hari ini, saya tidak akan berani bertanggung jawab sampai kapanpun selama hidup saya," ujar Taufiq dalam biografi politiknya "Jembatan Kebangsaan" yang diluncurkan Kamis 19 Februari 2009.

Taufiq akhirnya dicokok aparat keamanan bersama sejumlah kader GMNI Palembang lainnya. Mereka dijebloskan dalam sel tahan Corps Polisi Militer Kodam Sriwijaya, Palembang. Awalnya mereka berdesak-desakan dengan ratusan tahanan PKI, namun setelah itu ditaruh dalam satu sel tersendiri.

Saat Taufiq ditahan, keluarganya terkena imbasnya. Bapaknya, Tjik Agus Kiemas yang saat itu Kepala Dinas Jawatan Perdagangan Sumatera Selatan dicopot dari jabatannya. Adiknya, Santayana Kiemas, dikeluarkan dari sekolahnya.

Taufiq akhirnya dibebaskan dari penjara, namun dengan catatan, tak boleh lagi tinggal di Palembang. Kebebasan Taufiq dijamin dua jenderal, Jenderal AH Nasution dan Letnan Jenderal Alamsjah Ratu Prawiranegara, yang merupakan kenalan ayahnya ketika aktif sebagai tentara. Begitu bebas, Taufiq lalu merantau ke Jakarta, ke kota kelahirannya.

Namun tak sampai setahun di Jakarta, tahun 1967, ayahnya berpulang. Taufiq yang anak sulung kemudian mengambil alih posisi kepala keluarga. Bersama adiknya, Santayana, mereka menghidupi ibu Hamzatun Rusjda, tiga adik laki-laki dan lima adik perempuan mereka. Taufiq membanting tulang melakoni berbagai macam bisnis. Namun sembari mencari uang, politik tak pernah hilang dari hidupnya.

Kondisi politik yang masih carut-marut setelah kekacauan tahun 1965 membuat Taufiq terus-menerus gelisah. Dia terus membina hubungan dengan mantan aktivis GMNI. Belakangan dia membina hubungan dengan sejumlah perwira muda Soekarnois. Namun jaringan ini bocor, Taufiq lagi-lagi dijebloskan dalam penjara: Rumah Tahanan Militer Budi Utomo Jakarta.

Di penjara yang dikatakan Taufiq bak 'Hotel Indonesia' itu, dia berkumpul dengan tahanan-tahanan politik kaliber nasional dari berbagai aliran. Taufiq berkenalan tokoh-tokoh dari aliran Islam ekstrim, Soekarnois, dan kader-kader PKI dan organisasi massa underbouw-nya.

Taufiq tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Hampir tiap hari, dia menyambangi satu-satu tokoh-tokoh politik yang kebanyakan berafiliasi ke PKI itu. "Aku beruntung bisa belajar banyak dari tokoh-tokoh politik itu. Pengetahuan dan pengalaman politik mereka hebat-hebat," katanya dalam buku yang disusun Rustam F Mandayun, Muhammad Yamin, Helmy Fauzy dan Imran Hasibuan itu.

Satu setengah tahun mendekam di penjara itu membuat Taufiq mendapat ilmu politik yang banyak. Taufiq mendapatkan satu hal: "Kalau mau main politik, harus punya jaringan yang luas. Dan untuk membina jaringan politik itu, sikap apriori sedapat mungkin harus dihilangkan bahkan terhadap lawan politik sekalipun."

Begitu keluar, Taufiq pun belajar terbuka dengan berbagai aliran politik. Siapapun didekatinya termasuk tentara. "Saat itu aku berpikir harus belajar politik dari yang menang, bukan yang kalah," katanya. Dan pemenang krisis politik saat itu jelas hanya satu: tentara.

Namun pengalaman Taufiq berinteraksi dengan tokoh-tokoh PKI sempat mendapat sandungan. Taufiq dituduh lawan-lawan politiknya saat di Partai Demokrasi Indonesia tidak bersih diri alias terlibat PKI. "Tuduhan itu jelas ngawur," kata Taufiq membantah.

Badan Intelijen Strategis bahkan sempat mengusut keterlibatan Taufiq dalam aktivitas PKI. Pengusutan itu jelas tidak menemukan indikasi itu sama sekali. Taufiq dinyatakan "bersih diri" dan "bersih lingkungan". Dan seperti disebutkan AM Hendropriyono yang saat itu pejabat menengah di Badan Intelijen Strategis, laporan mengenai Taufiq itu pun sampai ke tangan Presiden Soeharto.

Berposisi "Antara"

Sikapnya yang lentur itu pun menjadi ciri khasnya. "Taufiq Kiemas merupakan tokoh dengan kategori 'liminal' (berposisi antara) yang bisa mengatasi batas-batas pengelompokan karena pertautannya dengan beragam aliran," kata Yudi Latif, seorang pengamt politik.

Suami Megawati Soekarnoputri itu, menurut Yudi, berasal dari keluarga santri pendukung Muhammadiyah-Masyumi yang lalu "menyeberang" merintis pergerakan politiknya lewat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. "Berkat pernikahannya dengan ahli waris suhu nasionalis Soekarno, Taufiq memegang posisi juru kunci rumah besar kaum nasionalis," katanya.

Taufiq memang benar-benar memegang kunci PDIP dan rumah tangganya dengan Megawati yang beberapa periode menjadi pemimpin PDIP. Derek Manangka mengupas sejumlah manuver Taufiq dalam buku berjudul "Jurus & Manuver Politik Taufiq Kiemas: Memang Lidah Tak Bertulang". 
Taufiq pula yang mengetahui persis perasaan Megawati usai Pemilu 1999, di mana PDIP menang namun Megawati gagal menjadi presiden. Dampak dari kekalahan itu menimbulkan huruhara dan perusakan fasilitas umum. Semangat politisi PDIP pun kendor, karena meski menang, harus kalah bertarung di parlemen.

Reaksi itu, kata Derek Manangka dalam buku "Jurus dan Manuver Taufiq Kiemas: Memang Lidah Tak Bertulang" dibaca oleh sejumlah pendukung Gus Dur. Mereka sadar pemilihan Gus Dur sebagai presiden bisa memecah pertemanan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu dengan Megawati yang sebelumnya bahu-membahu bersama menggerakkan reformasi.

"Maka hanya beberapa menit setelah Gus Dur memenangkan pertarungan politik, orang-orang Gus Dur seperti Khofifah dan Syaifullah Yusuf mulai mendekati Mega," ujar Derek. Orang pertama yang mereka dekati adalah Taufiq Kiemas, suami Megawati. Intinya, meminta Mega menjadi Wakil Presiden mendampingi Gus Dur.

Pendekatan itu didengar para politisi PDIP. Mereka merasa marah karena merasa telah ditelikung PKB dan Gus Dur. Megawati sendiri juga dikabarkan merasakan yang sama.

Bagaimana dengan Taufiq Kiemas? Taufiq Kiemas mengambil posisi yang berbeda. Dia menerima. Taufiq beralasan, jika kursi Wakil Presiden tak diambil, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang saat itu dipanglimai Wiranto kemungkinan besar mengisinya.

"TK membaca Jenderal Wiranto yang di masa pemerintahan Habibie menjabat Panglima ABRI diam-diam sudah mempersiapkan diri untuk maju dalam acara sidang memperebutkan kursi wakil presiden," kata Derek.

TK lalu menemui Gus Dur, bagaimana mengatasi Wiranto. Gus Dur menyatakan, sebagai presiden, dia bisa meminta Wiranto yang Panglima ABRI itu untuk tidak maju sebagai calon wakil presiden. Taufiq pun lega. Sekarang tinggal bagaimana menjelaskan pada PDIP.

Kepada PDIP, Taufiq menyatakan jalan oposisi terhadap pemerintahan Gus Dur akan menjebak partai banteng. "Saya ingatkan, kalau kita tidak masuk dalam pemerintahan sekarang, padahal partai kita meraih suara terbanyak dalam Pemilu, berarti kita sudah masuk dalam jebakan," kata Taufiq. 

"Sangat tidak masuk akal kalau sebuah partai pemenang Pemilu berhasil dijebak partai-partai kecil."

Sikap Taufiq yang anti-mainstream ini tak selalu dituruti. Menjelang Kongres PDIP April 2010 dulu misalnya, Taufiq muncul dengan ide PDIP mendorong koalisi dengan pemenang Pemilu dan Pemilihan Presiden 2009. "(PDIP) kan sudah kalah, masa enggak berubah juga,” ujar Taufiq Senin 8 Maret 2010.

Taufiq yakin, bila PDIP bersedia untuk merubah haluannya di masa mendatang, maka prospek dan masa depan partai banteng tersebut akan lebih cerah. “Dulu, (dengan memilih) beroposisi, PDIP kalah (pemilu). Jadi, dengan tidak oposisi, perolehan suara PDIP mungkin bisa bertambah,” katanya. Namun ternyata Kongres tetap memutuskan PDIP di luar pemerintahan.

Posisinya yang berada di "antara" itulah yang membuat Taufiq kemudian dipilih mayoritas anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi Ketua padahal partainya hanya ketiga terbesar, kalah telak dari koalisi yang berkuasa. Taufiq, seperti kata orang-orang yang mengenalnya, bisa berjabatan tangan dengan siapa saja tanpa memandang ideologi atau aliran politik.
Share this article :

0 komentar :

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

SPONSOR

networkedblogs

tabloidpulsa

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Seputar Pilkada - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya